Info Astro 2022 Photrait #3: Erwin Rudolf Josef Alexander Schrödinger
Oleh: Aditya Bintang Aprilio, Fisika UI 2021
“The task is not to see what has never been seen before, but to think what has never been thought before about what you see everyday” -(Erwin Schrödinger)
Erwin Rudolf Josef Alexander Schrödinger atau biasa dikenal dengan Erwin Schrödinger adalah seorang fisikawan teoritis asal Austria pemenang hadiah Nobel Fisika pada tahun 1933 bersama dengan fisikawan Inggris, Paul Adrien Maurice Dirac. Erwin Schrödinger berkontribusi dalam mengembangkan teori gelombang materi dan dasar-dasar kuantum lainnya. Diantara penemuan yang terkenal yaitu Persamaan Schrödinger, Schrödinger’s cat paradox, dan teori mekanika kuantum. Selama hidupnya, dia menerbitkan banyak makalah tentang mekanika statistik, teori warna, termodinamika, relativitas umum dan kosmologi.
Erwin Rudolf Josef Alexander Schrödinger lahir pada tanggal 12 Agustus 1887, di Vienna, Austria. Dia adalah anak tunggal dari Rudolf Schrödinger, seorang ahli botani dan produser kain cerecloth, dan Georgine Emilia Brenda Schrödinger, putri Alexander Bauer, profesor kimia Rudolf di Sekolah Tinggi Teknik Wina. Schrödinger sekolah privat di rumahnya sendiri sampai usianya 11 tahun. Pada tahun 1898, Schrödinger bersekolah di Akademisches Gymnasium, Vienna, dimana ia adalah seorang siswa berbakat. Minatnya terletak pada fisika, matematika, bahasa, dan puisi. Schrödinger lulus dari Akademisches Gymnasium pada tahun 1906 dan pada tahun itu juga, dia melanjutkan pendidikannya di Universitas Vienna.
Di Universitas Vienna, Schrödinger mendalami fisika teoritik dibawah arahan F.S. Exner dan F. Hasenöhrl yang memiliki pengaruh besar pada kehidupan Schrödinger selanjutnya. Di dalam fisika teoritik, Schrödinger mempelajari mekanika analitik, aplikasi persamaan diferensial parsial untuk dinamika, masalah nilai eigen, persamaan Maxwell dan teori elektromagnetik, optik, termodinamika, dan mekanika statistik. Dia juga melakukan pekerjaan eksperimental dengan K.W.F. Kohlrausch. Pada tanggal 20 Mei 1910, Schrödinger menerima gelar doktor fisika teoritik di Universitas Vienna dengan disertasinya yang berjudul “On the conduction of electricity on the surface of insulators in moist air”.
Selama perang dunia ke-1, Schrödinger terdaftar menjadi pasukan militer, dimana ia menjadi petugas artileri. Setelah Perang Dunia I, tepatnya pada tanggal 24 Maret 1920, Schrödinger menikah dengan Annemarie Bertel. Pada tahun yang sama, ia juga mengambil beberapa posisi di beberapa universitas, seperti Universitas Jena, Universitas Stutgard dan Universitas Breslau. Pada tahun 1921, Schrödinger mengambil posisi sebagai ahli fisika teoritik di Universitas Zürich dan menetap disana selama enam tahun. Suasana intelektual di Zürich menginspirasi Schrödinger dan Zürich menjadi tempat dimana ia memberikan kontribusi terpentingnya. Schrödinger mempelajari struktur atom dari tahun 1921, dan pada tahun 1924 dia mulai mempelajari statistika kuantum. Setelah itu, Schrödinger membaca tesis de Broglie’s yang menjadikan titik balik arah penelitiannya dan memiliki pengaruh besar pada pemikirannya.
Beberapa minggu kemudian, Schrödinger memberikan seminar tentang karya de Broglie’s dan seorang peserta seminar yang merupakan mahasiswa Sommerfeld menyarankan Schrödinger bahwa harus ada persamaan gelombang (O’Connor & Robertson, 2003). Pada akhirnya, Schrödinger berhasil merumuskan persamaan gelombang tersebut, tepatnya pada tahun 1925, yang kemudian dikenal dengan “persamaan Schrödinger”. Persamaan Schrödinger menjelaskan perubahan tiap waktu dari sebuah sistem fisika di mana efek kuantum (seperti dualitas gelombang-partikel) menjadi signifikan.
Schrödinger menerbitkan karya revolusionernya yang berkaitan dengan mekanika gelombang dan teori relativitas umum tersebut pada tahun 1926 melalui sebuah tulisan yang berjudul Annalen der physik, “Quantisierung Eis Eigenwertproblem” (Danylova & Komisarenko, 2020). Berkat karyanya tersebut, Erwin Schrodinger mendapat penghargaan Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Sebelumnya, pada tahun 1927 sampai dengan 1933, Schrödinger menggantikan Max Planck sebagai Ketua Fisika Teoritis di Universitas Friedrich Wilhelm Berlin dan menjadi rekan Albert Einstein.
Pada tahun 1935, Schrödinger menerbitkan esai yang berjudul “The present situation in quantum mechanics” yang pada umumnya dikenal dengan Schrödinger’s cat paradox. Schrödinger’s cat paradox merupakan ekperimen buatan Schrödinger di dalam pemikirannya. Dia membayangkan seekor kucing yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak bersamaan dengan botol kecil yang berisi racun. Jika ada aktivitas peluruhan radioaktif dari racun tersebut, maka racun itu akan jatuh dan membunuh si kucing. Aktivitas radioaktif tersebut mamakai prinsip fisika kuantum yang berisi probabilitas (antara meluruh dan tidak meluruh) atau dikenal juga dengan istilah superposisi. Begitu juga dengan kondisi kucing di dalam kotak itu yang memiliki jawaban superposisi, yaitu hidup atau mati. Schrödinger menyimpulkan bahwa si kucing di dalam kotak dalam keadaan hidup dan mati secara bersamaan. Inilah paradoks kucing Schrodinger yang sebenarnya bertujuan untuk mengilustrasikan masalah penerapan teori kuantum dalam kehidupan sehari-hari. Paradoks kucing Schrödinger memunculkan banyak interpretasi fisik, filosofis, dan pseudo-ilmiah yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan ide utama Schrödinger, yaitu untuk menunjukkan absurditas interpretasi Copenhagen mekanika kuantum (Danylova & Komisarenko, 2020).
Pada tahun 1936 sampai dengan tahun 1939, Schrödinger menghabiskan waktunya di Austria menjadi profesor fisika di Universitas Graz, Austria. Saat di Austria, Schrödinger mendapatkan medali Max Planck, tepatnya pada tahun 1937. Setelah itu, Schrödinger melakukan perjalanan ke Belgia dan mengambil posisi Profesor sementara di Universitas Ghent, Belgia. Pada akhirnya, Schrödinger mendapatkan undangan dari Perdana Menteri Irlandia, E. de Valera untuk bekerja di Institute for Advanced Studies di Dublin, Irlandia. Schrödinger menjadi Direktur Institute for Advanced Studies pada tahun 1940 dan menetap di Irlandia selama 15 tahun lamanya. Selama disana, Schrödinger banyak melakukan penelitian baik dalam fisika maupun dalam filsafat dan sejarah sains. Selama periode ini dia menulis What Is Life? (1944), upaya untuk menunjukkan bagaimana fisika kuantum dapat digunakan untuk menjelaskan stabilitas struktur genetik (Bernstein, 2020). Pada tahun 1956, Schrödinger kembali ke Vienna, dimana ia melanjutkan karirnya sebagai profesor emeritus di Universitas Vienna, Austria. Erwin Schrödinger meninggal di Vienna, Austria pada tanggal 4 Januari 1961 karena penyakit TBC yang dideritanya.
Referensi
Bernstein, J. (2020, August 8). Erwin Schrödinger, Austrian physicist. Britannica. https://www.britannica.com/biography/Erwin-Schrodinger
Biography.com Editors. (2021, March 26). Erwin Schrödinger Biography. A&E Television Networks. https://www.biography.com/scientist/erwin-schrdinger
Danylova, T. v, & Komisarenko, S. v. (2020). Nobel Prize Winner Erwin Schrödinger: The Physicist, Philosopher, and Godfather of Molecular Biology and Genetics. Biochem. J, 92(3). https://doi.org/10.15407/ubj92.03.093
M, N. (n.d.). The History of the Atomic Model: Schrodinger and the Wave Equation. Breaking Atom. Retrieved August 17, 2022, from https://www.breakingatom.com/learn-the-periodic-table/the-history-of-the-atomic-model-schrodinger-and-the-wave-equation
O’Connor, J., & Robertson, E. (2003, October). Erwin Rudolf Josef Alexander Schrödinger. MacTutor. https://mathshistory.st-andrews.ac.uk/Biographies/Schrodinger/